Minggu, 10 Juli 2016

Mencetak dan membuat digital proofing warna khusus

(artikel diolah dari beberapa sumber dan http://www.color.org/CxF_test.xalter
Mencetak berkas desain yang mengandung warna khusus sebenarnya bukan hal baru, warna khusus (spot colors) dipakai untuk memvisualkan warna-warna yang dianggap penting namun tidak dapat direproduksi oleh warna proses CMYK (out of gamut), seperti warna-warna identitas (brand colors). Warna-warna metalik seperti emas atau perak, warna-warna yang berpendar (fluorescent) dan beberapa warna-warna yang kuat (vivid) adalah contoh warna-warna yang biasanya tidak bisa dicetak dengan menggunakan kombinasi warna proses CMYK oleh karena itu perlu dicetak dengan tinta warna khusus.
Gambar 1: Warna khusus
Bagi percetakan warna khusus bukan hanya dalam pengertian warna itu sendiri, tetapi dalam beberapa kasus dengan alasan teknis percetakan dengan sengaja menggunakan tinta warna khusus dan bukan kombinasi warna proses CMYK.
Kendala TVI dan Tranparency
Gambar 2 Warna turunan
Perlu diketahui bahwa penggunaan tinta warna khusus mempunyai konsekuensi sendiri. Di lapangan kita jumpai ada 2 cara mempersiapkan/membuat tinta warna khusus, yaitu:
1.    Tinta warna khusus dipesan oleh percetakan kepada supplier (pabrik tinta atau perusahaan Color matching) untuk membuat sesuai dengan warna yang dipesan. Dalam hal ini diharapkan pihak supplier sudah memperhitungkan faktor metameri dan properti tinta lainnya seperti keenceran dan kelengketan tinta yang dapat mempengaruhi nilai pengembangan titik raster (TVI = tone value increase) serta sifat tembus (transparency).
2.    Tinta warna khusus diaduk di lokasi percetakan dari beberapa macam tinta dasar (basic inks). Proses pencampuran bisa dilakukan oleh staf pabrik tinta yang diperbantukan atau oleh karyawan percetakan yang terlatih, dalam hal ini kita paham bahwa keterbatasan aneka tinta dasar dan kimia pendukung, peralatan pencampuran, peralatan pengukuran serta kondisi ruang pencampuran.

Gambar 3 Warna tumpukan
Dua deret warna tersebut dicetak dengan komposisi Cyan dan Yellow yang sama, tetapi dicetak dengan tinta Yellow yang berbeda, pada deret bawah tinta Yellow sedikit lebih pekat dari pada tinta Yellow yang dipakai mencetak deret atas.

Meskipun demikian kedua proses pembuatan tinta warna khusus tersebut diatas yang sama-sama mencocokan warna hanya pada warna solid (pencocokan warna khusus dengan beberapa variasi ketebalan tinta) dan kadang-kadang dilengkapi dengan menumpuk tinta diatas warna hitam, belum mampu memberikan informasi bagaimana hasil cetak apabila diaplikasikan pada warna turunan (tint/gradient) dan warna tumpukan (overprint) yang tepat.
Ini berkaitan dengan sifat tinta dan kondisi pencetakan yang mempengaruhi nilai TVI, apabila pada pencetakan warna khusus yang sama terjadi nilai TVI berbeda maka tampilan warna turunannya akan berbeda juga. Demikian juga dengan sifat tembus tinta dan kondisi pencetakan (ink trapping) yang berbeda akan menghasilkan cetakan warna tumpukan yang berbeda.
Dengan demikian baik print buyer maupun percetakan hanya dapat memprediksi warna solid dan metameri (karena metode ink proof), tetapi untuk memprediksi warna turunan  dan warna tumpukan dibutuhkan pencetakan nyata atau dengan metode digital proofing yang dapat mengadopsi format CxF/X-4.
CxF/X-4 – karakteristika tinta warna khusus
Mengadopsi format pertukaran warna (CxF = Color eXchange Format) dari X-Rite, ISO 17972-4:2015 Graphic technology -- Colour data exchange format (CxF/X) -- Part 4: Spot colour characterisation data (CxF/X-4) mendefinisikan format CxF/X-4 yang dapat digunakan untuk menyimpan data karakteristika tinta warna khusus.  Karakteristika tinta warna khusus yang dimaksud antara lain data spektral yang didapat dari pengukuran beberapa potong warna dalam bagan seperti Gambar 4. Bagan terdiri dari 2 deretan warna khusus dan turunannya yang pertama dicetak diatas materi kertas tertentu dan yang kedua diletakan pada bagian yang sebelumnya sudah tercetak dengan tinta warna hitam.
Percetakan mencetak bagan warna khusus tersebut dengan kondisi penyetelan yang standar, seperti yang disarankan warna hitam dicetak terlebih dahulu baru warna khusus yang akan diukur (mencetak wet on dry), target density warna (basah) solid dapat diberikan oleh pabrik tinta / color matching supplier. Cetakan diukur dengan menggunakan aplikasi CxF/X-4 toolbox dan hasil pengukuran disimpan dalam format CxF/X-4.
CxF/X-4 dapat disimpan dalam format PDF 2.0 sehingga aplikasi digital proofing yang memproses berkas PDF 2.0 dengan data warna khusus dapat memvisualkan warna-warna khusus sesuai dengan hasil cetak akhir. Catatan: meskipun ekstensi ini didefinisikan oleh PDF 2.0, spesifikasi ini sudah ditetapkan untuk memungkinkan mereka digunakan dalam PDF versi 1.x.
Standar ini diharapkan memberikan cara yang lebih dapat diandalkan dan diterapkan dalam aplikasi digital proofing.
Gambar 4 Bagan untuk pengukuran warna khusus 
Digital proofing berkas dengan tinta warna khusus
Mencetak dengan warna khusus harus konsisten, baik materi cetak (kertas dan tinta) maupun kondisi pencetakannya, oleh karena itu mengadopsi profil yang dibuat secara global akan mengalami kesulitan tersendiri, karena pencapaian toleransi sulit untuk diprediksi.
Menyadari hal ini ATGMI menginisiasi pembuatan profil tinta warna khusus di percetakan PT. Citra Sastra Grafika (Jakarta Barat), proyek ini akan mencetak 18 warna khusus produk Cemani Toka yang disusun dalam bagan seperti Gambar 4 dengan tiga macam materi cetak yang berbeda, yaitu Karton Ivory produksi Indah Kiat, Karton Dupleks produksi Indah Kiat dan Kanton Dupleks produksi Pakerin.
Setelah pencetakan, hasil cetak diukur dan disimpan dalam format CxF/X-4. Data kemudian disimpan dalam aplikasi digital proofing sebagai target profil. Dengan demikian digital proofing dengan berkas yang mengandung warna khusus dapat dibuat digital proofing nya.
Laporan selengkapnya akan dipresentasikan dalam seminar sehari ATGMI dengan thema “The Standardized Workflow in Packaging Printing: the Use of Brand Colors” pada hari Rabu tanggal 20Juli 2016 di Hotel Menara Peninsula, Jakarta 11410. Bagi semua yang berkepentingan dengan penggunaan warna khusus disarankan dapat berpartisipasi di seminar ini.

Kamis, 26 November 2015

Kondisi pengukuran M0, M1, M2 & M3 sesuai ISO 13655

Pengantar
Hampir semua kertas dan karton yang dipergunakan sebagai bahan cetak dan kemasan menggunakan bahan pemutih yang disebut OBA (optical brightening agent) atau FBA (fluorescent brightening agent) atau FWA (fluorescent whitening agent). Bahan OBA tersebut memiliki sifat yang dapat menyerap cahaya ultraviolet sampai violet dengan panjang gelombang spektral antara 340nm hingga 400nm serta memendarkan kembali menjadi cahaya biru dengan panjang gelombang antara 420nm hingga 470nm (https://en.wikipedia.org/wiki/Optical_brightener).
Sementara itu alat ukur sprektrofotometer pada masa lalu masih menggunakan pencahayaan tunggal yaitu lampu tungsten yang mempunyai spektral pencahayaan mirip dengan standar pencahayaan CIE A (lihat: http://pengantar-warna.blogspot.co.id/2013/01/memahami-pencahayaan_9229.html). Kondisi pengukuran tersebut (dengan cahaya tunggal mirip pencayahaan standar A) disebut Kondisi Pengukuran M0.  
Pencahayaan standar CIE A tersebut mengandung sedikit sinar ultraviolet, yang konsekuensinya tidak mudah dapat mensimulasikan pencahayaan standar CIE D50. Oleh karena itu sejak tahun 2009, hampir semua pembuat alat ukur spektrofotometer melengkapi sumber pencahayaan dengan cahaya tambahan yang mampu memberikan porsi spektral kuat cahaya yang lebih besar di bagian cahaya ultraviolet dan violet.
Artikel ini mencoba memberikan kejelasan tentang latar belakang, definisi kondisi pengukuran dan penggunaannya.


 ISO 13655 Graphic technology — Spectral measurement and colorimetric computation for graphic arts images mendefinisikan kondisi pengukuran singkatnya dapat digambarkan sebagai berikut:

Kondisi pengukuran M0
Mereferensikan penggunaan spektrofotometer yang menggunakan cahaya tunggal jenis lampu pijar yang mempunyai distribusi kuat cahaya relatif mirip dengan pencahayaan standar CIE A (pencahayaan standar tersebut mempunyai korelasi dengan temperatur warna 2.856 K)
Penekanan kesesuaian terhadap pencahayaan standar CIE A pada nilai spektral dengan panjang gelombang antara 400nm hingga 700nm membuat porsi kuat cahaya di bagian ultaviolet (UV) terabaikan. Oleh karena itu apabila dibutuhkan informasi lebih yang dapat menunjukan pengaruh sifat berpendarnya cahaya yang disebabkan oleh hadirnya cahaya ultraviolet maka direkomendasikan menggunakan alat ukur spektrofotometer dengan kondisi pengukuran M1.

Kondisi pengukuran M1
Untuk meminimalisasi perbedaan hasil pengukuran dengan berbagai alat ukur yang disebabkan adanya sifat pemendaran kembali dari OBA di dalam kertas dan/atau pemendaran kembali dari tinta cetak dibutuhkan pencahayaan dalam alat ukur yang cocok dengan pencahayaan standar CIE D50.
Penggunaan alat ukur dengan kondisi pengukuran M1 dapat memberikan konsistensi pengukuran dengan analisa visual di bawah kotak cahaya (light box / viewing booth) yang sesuai dengan persyaratan ISO 3664.
Ada dua metode yang memungkinkan alat ukur spektrofotometer dapat memenuhi kesesuaian dengan kondisi pengukuran M1.
  1. Distribusi kuat spektral dari alat ukur yang sampai pada bahan yang diukur harus sesuai dengan pencahayaan standar CIE D50. Juga sesuai dengan persyaratan pada kondisi pemantauan P1 pada ISO 3664. Metode ini harus digunakan ketika pengaruh OBA dan warna-warna berpendar (fluorescent) menjadi fokus perhatian.
  2. Sebuah metode kompensasi yang dapat mengontrol dan mengatur kuat radiasi pada bagian sinar UV dapat dipergunakan tanpa harus mengubah atau menambah sumber cahaya. Ini dapat dilakukan dengan mengatur pencahayaan sehingga dicapai kuat cahaya relatif sesuai dengan pancahayaan standar CIE D50. Kompensasi ini ditujukan untuk mengkoreksi pengaruh pemendaran oleh OBA pada materi cetak.

Kesesuaian alat ukur terhadap kondisi pengukuran M1 dapat dievaluasi dengan cara mengukur materi acuan teruji (CRM - certified reference material). Pengukuran dengan dan tanpa energi UV akan menunjukan perbedaan nilai CIE b* lebih besar dari 3.

Kondisi pengukuran M2
Untuk mengabaikan perbedaan pengukuran akibat terjadinya pemendaran dari OBA perlu membatasi cahaya ultraviolet agar tidak sampai pada materi yang akan diukur. Hal ini dapat dilakukan dengan melengkapi mekanisme alat ukur spektrofotometer dengan menambahkan sebuah filter diantara sumber cahaya dengan materi yang akan diukur
Pada alat spektrofotometer umumnya ditambahkan filter UV-cut tyang mempunyai karateriska transparensi sebagai berikut:
  • Untuk panjang gelombang diatas 420nm, tingkat tranparensi lebih besar daripada 85%;
  • Pada panjang gelombang 410 nm, tingkat transparensi lebih kecil daripada 50%;
  • Pada panjang gelombang 400 nm, tingkat transparensi lebih kecil daripada 10%;
  • Pada panjang gelombang 395 nm, tingkat transparensi lebih kecil daripada 1%.

Dengan data pengukuran M2 dapat ditentukan apakah materi yang diukur tersebut mengandung OBA atau tidak. Apabila tidak terlihat adanya perbedaan yang berarti pada pengukuran dengan kondisi M0, M1 dan M2 maka dapat dipastikan materi yang diukur tersebut tidak mengandung OBA.

Kondisi pengukuran M3
Meskipun pantulan cahaya langsung adalah yang paling utama dan cepat mencapai mata kita, kadang kala terjadi pembauran kuat radiasi akibat refleksi cahaya lainnya. Menginstalasi sebuah filter polarisasi silang akan meniadakan refleksi cahaya yang tidak diinginkan.
Namun filter-filter semacam ini akan mengabsorbsi cahaya ultraviolet pada kadar yang lebih tinggi daripada sebuah filter UV-cut, oleh karena itu penggunaan filter polarisasi tersebut biasanya digabung dengan penggunaan filter UV-cut (lihat kondisi pengukuran M2).
Kondisi pengukuran M3 biasanya diaplikasikan untuk mengontrol ketebalan tinta cetak pada cetak offset litografi lembaran. Data pengukuran M3 yang dikonversikan ke nilai density biasanya tidak menunjukan perbedaan yang berarti pada saat tinta basah dan kering.

Aplikasi penggunaan kondisi pengukuran M0, M1, M2 dan M3

M0
M11
M12
M2
M3
Mengukur pengaruh OBA

ü
ü
ü

Mengukur tinta fluorescent

ü



Mengukur materi cetak tanpa OBA
ü
ü
ü
ü

Mangabaikan pengaruh OBA



ü
ü
Mengabaikan pantulan permukaan pertama




ü
 Tabel dikutip dari [2]
Catatan dan kesimpulan
·        Definisi tentang kondisi pengukuran M0, M1, M2 dan M3 dari alat spektrofotometer adalah hanya terkait pada pencahayaan yang dipakai untuk mengukur warna (pencahayaan standar CIE A, CIE D50, membatasi porsi cahaya UV dan mengarahkan cahaya dari sudut tertentu), dan sama sekali tidak berhubungan dengan apa yang akan diukur. Tetapi oleh karena sifat pengukuran yang spesifik, maka kondisi pengukuran tertentu dapat diasumsikan untuk mengaplikasikan pengukuran khusus, seperti M3.
·        Pada keterangan tentang penggunaan kondisi pengukuran pada alat ukur X-rite eXact instrument (X-rite eXact Instrument, User guide halaman 10) terdapat informasi:
  • M0: Reflectance measured with A Illuminant, previously called: No-Filter, UV-included
  • M1: Reflectance measured with D50 Illuminant, previously called: Daylight or D65-Filter
  • M2: Reflectance measured with A Illuminant excluding UV component, previously called: UV Cutoff Filter, UV excluded
  • M3: Reflectance measured with cross-polarized A Illuminant excluding UV component, previously called: Polarized-Filter


BRAVO GRAFIKA INDONESIA

Referensi:

  1. ISO 13655 Graphic technology — Spectral measurement and colorimetric computation for graphic arts images
  2. Raymond Cheydleur, Kevin O’Connor: X-rite incorporate [2011] - The M Factor…What Does It Mean?
  3. X-rite eXact Instrument, User guide

Kamis, 29 Mei 2014

Metode Pembuatan dan Penggunaan Standard Color Range

Metode Pembuatan dan Penggunaan Standard Color Range

Dalam dunia percetakan kemasan ada istilah Standard Color Range (disingkat SCR) yang berisikan 3 jenis kualitas hasil cetak, yaitu Minimum, Standar, dan Maksimum yang akan berfungsi sebagai pedoman warna baik untuk operator dan customer itu sendiri. Pada umumnya sebuah percetakan kemasan akan membuat beberapa SCR dengan batas waktu kadaluarsa tertentu (1-2 tahun tergantung kebijakan perusahaan masing-masing). Namun sayangnya metode pembuatan SCR tidak dilakukan dengan menggunakan ukuran-ukuran tertentu, seperti Density, TVI (tone value increase), serta warna dengan nilai CIE L*a*b* (Pembuatan SCR ini biasanya dilakukan dengan menggunakan insting operator cetak), sehingga range toleransi bisa terlalu lebar. 
Selain tidak terukur, batas waktu yang ditentukan untuk sebuah Standard Color Range nyatanya juga tidak menjamin keabsahannya, karena dalam kurun periode waktu tertentu seiring dengan penggunaannya, warna tinta yang ada di cetakan akan memudar yang disebabkan karena gesekan, sinar matahari, dsb. Dan ketika hal ini terjadi, perdebatan pun tidak bisa dihindari dan semua pihak mengalami kesulitan untuk mengambil jalan tengah dan kompromi karena tidak ada nilai yang bisa diukur untuk membuktikan apakah Standard Color Range tersebut masih berlaku (valid) atau tidak.



Terlepas dari sisi ekonomis, dalam membuat Color Guide yang benar, metode yang dilakukan pun harus benar, yaitu dengan mencatat dan mengukur. Pencatatan dan pengukuran diperlukan sebagai dokumentasi untuk memudahkan proses produksi. Pengukuran yang dilakukan untuk membuat Standard Color Range adalah :

a. Density (Kepekatan)
Angka density digunakan sebagai pedoman oleh operator dalam mencetak. Dalam proses cetak operator tidak dapat mengubah warna, yang dapat dilakukan hanyalah mengatur ketebalan tinta yang diwakili oleh angka density.

b. TVI (Tone Value Increament)
Adalah penambahan nilai nada. Penambahan nilai nada ini tidak dapat dihindari karena image yang dipindahkan ke material cetak mendapatkan tekanan dalam proses pemindahannya yang menyebabkan bentuk raster mengembang dari semula. Selain itu juga daya serap kertas dan daya alir tinta juga mempengaruhi proses pembesaran nilai nada ini.

c. CIE L*a*b* (Warna)
Adalah sebuah ruang warna yang di definisikan oleh CIE (sebuah konsorsium) dimana
CIE L* mewakili nilai kecerahan warna, 0 untuk hitam, dan 100 untuk putih
CIE a* mewakili jenis warna merah dan hijau, dimana negatif a* mewakili warna hijau, dan positif a* mewakili warna merah
CIE b* mewakili jenis warna kuning dan biru, dimana negatif b* mewakili warna biru, dan positif b* mewakili warna kuning. 
Berdasarkan nilai CIE L*a*b* perbedaan warna dapat dihitung dan dinyatakan dalam sebuah nilai ΔE. Δ = Delta adalah huruf Yunani yang sering dipergunakan sebagai simbol jarak atau perbedaan dan E = singkatan dari kata dalam bahasa Jerman Empfindung yang berarti sensasi. (http://pengantar-warna.blogspot.com/2011/03/colorimetry-part-iii-color-difference.html).
Sehingga dari hasil perhitungan dE ini dapat dibuat sebuah kesepakatan mengenai toleransi perbedaan warna yang dapat diterima.

Apabila ketiga hal ini dilakukan maka kualitas sebuah Standard Color Range dapat dinilai dan dapat di verifikasi keabsahannya. Dengan demikian untuk menerbitkannya kembali tidak mengalami kesulitan, karena angka-angka pengukurannya tercatat.

Rabu, 30 Januari 2013

Memahami pencahayaan


Sumber dokumen:  Michel DiCosola: Understanding Illuminants, X-Rite Incorporated, 1995
FileName: Ca00002.pdf

Definisi Pencahayaan (Illuminants)
Distribusi Kuat Spektrum Relatif (Relative Power Distribution  - SPDR)
Cahaya dideskripsikan (untuk maksud penjelasan tentang pencahayaan) sebagai apa yang disebut kurva Spectral Power Distribution (SPD). Setiap jenis cahaya tertentu memancarkan jumlah energi yang berbeda. Dan grafik yang menggambarkan jumlah daya pancar tersebut disebut kurva Relative Power Distribution (RPD) untuk sumber cahaya tertentu.
Daylight


Gambar diatas adalah contoh kurva Distribusi Kuat Spektrum Relatif untuk cahaya siang alami (natural daylight). Sumbu horisontal mempresentasikan spektrum cahaya dengan panjang gelombang antara 380nm (nanometer) dan 750nm. Puncak tertinggi dalam grafik ini terjadi pada sekitar 460nm yang mempresentasikan bagian dari spektrum biru. Ini mengisyaratkan kita bahwa cahaya siang ini  secara visual terlihat putih bersih dengan komposisi warna biru lebih dominan.
Setiap jenis cahaya memiliki kurva Distribusi Kuat Spektrum Relatif (SPDR) yang mendeskripsikan cahaya tersebut seperti apa terlihatnya, dan bagaimana barang-barang yang lain terlihat dengan adanya cahaya ini.

Pencahayaan (Illuminant) vs. Sumber Cahaya
Penting bagi kita untuk mengerti juga tentang perbedaan antara illuminant dengan sebuah sumber cahaya.   Seperti yang dijelaskan oleh Billmeyer and Saltzman, bahwa sumber cahaya adalah sebuah cahaya yang  secara fisik dan aktual dapat memberikan terang cahaya benda lain. Sedangkan sebuah illuminant adalah sebuah cahaya yang telah didefinisikan denga Distribusi Kuat Spektrum (Spectral Power Distribution), tetapi mungkin tidak harus ada secara nyata.
Contoh: Cahaya dalam ruang tinggal kita adalah sebuah sumber cahaya. Sumber cahaya tersebut dapat kita nyalakan atau padamkan, dan dengan percobaan dan pengkuran kita dapat menentukan Distribusi Kuat Spektrum nya. Sementara itu kita dapat mengambil sebuah kertas grafik Distribusi Kuat Spektrum kosong dan mencoba menggambar dengan menarik dan meliuk-liukkan garis melintang diatasnya, maka kita telah mendefinisikan sebuah pencahayaan (illuminant). Cahaya ini telah kita definisikan yang secara fisik mungkin tidak ada, tetapi kita dapat menggunakan kurva tersebut untuk mencoba dan membandingkan dengan angka bagaimana sebuah warna tertentu diharapkan dapat ditampilkan dibawah pencahayaan ini.

Index rendering (penterjemah) warna (Color Rendering Index / CRI)
Index rendering warna (CRI) adalah sebuah metode untuk mendeskripsikan sebuah sumber cahaya. CRI merupakan skala dari 1 sampai  100 yang memberikan tingkatan(rating) sebuah sumber cahaya dengan cara membandingkan penampilan warna dilihat di bawah sumber cahaya tersebut dengan penampilan warna dilihat di bawah sebuah pencahayaan standar seperti D65. Sebuah CRI bernilai 100 menjelaskan bahwa sumber cahaya tersebut identik sama dengan pencahayaan standar. Dengan panduan nilai CRI seseorang dapat memilih sebuah sumber cahaya berdasarkan kemampuannya dalam menampilkan warna seperti yang ditampilan dibawah sebuah pencahayaan standar. Contohnya, sebuah sumber cahaya yang umum dipakai dalam ruang kerja bisa mempunyai nilai CRI sekitar 60, tetapi dalam ruangan dimana dibutuhan penampilan warna yang sangat ketat dan kritis dibutuhkan sebuah sumber cahaya dengan nilai CRI sekitar 90.
Jadi pada dasarnya sebuah pencahayaan adalah definisi yang digunakan untuk menentukan bagaimana penampilan sebuah warna akan berubah dibawah jenis-jenis (sumber) cahaya tertentu. D65 yang tersebut diatas adalah sebuah pencahayaan yang mewakili cahaya siang (daylight). Kenyataannya tidak ada sumber cahaya yang benar-benar idektik sama dengan pencahayaan teoritis (meskipun banyak sumber cahaya bisa mirip dan sangat dekat dengan pencahayaan teoritis tersebut). Pencahayaan ini dipakai untuk mengukur warna yang mencoba untuk mempresentasikan seperti apa sebuah warna akan ditampilkan ketika dilihat dibawah sinar matahari atau beberapa sumber cahaya yang mirip.

Bagaimana Pencahayaan mempengaruhi warna
Jadi bagaimana pencahayaan berpengaruh pada saat seseorang mengukur warna? Banyak warna terjadi fenomena umum yang disebut metamerisme (metamerism) ketika warna-warna tersebut dilihat di bawah sumber cahaya yang berbeda. Dua warna boleh terlihat sama dan cocok di bawah satu sumber cahaya tertentu tetapi terlihat benar-benar berbeda di bawah satu sumber cahaya lain. Hal ini dapat menimbulkan problem yang serius jika warna produk kita berubah ketika ditempatkan di ruang pamer. Marilah kita mengambil contoh yang extrem: apabila produk kita akan digunakan dalam lingkungan ruangan gelap dengan pencahayaan merah dan sebuah kotak kemasan yang dicetak dengan warna biru, hijau dan hitam akan terlihat hitam pekat dalam ruang gelap tersebut. Pigmen yang digunakan dalam tinta biru, tinta hijau dan tinta hitam semuanya menyerap bagian spektral merah. Apabila sumber cahaya yang digunaakan hanya memancarkan spektral cahaya merah saja, berarti semua kuat spektral cahaya yang dipancarkan oleh sumber cahaya yang ada dan keseluruhan kotak kemasan kita akan terlihat hitam.
Contoh berikut ini mengkombinasikan dua contoh warna dengan dua kurva distribusi kuat spektral dari sebuah pencahayaan cahaya siang (daylight) dan sebuah pencahayaan cahaya pijar (incandescent). Dimana kedua contoh warna tersebut terjadi metamerisme terhadap dua pencahayaan tersebut diatas.

Daylight vs. Incandescent

Contoh warna 1 vs. Contoh warna 2


Pantulan spektral kedua contoh warna di bawah pencahayaan Daylight



Pantulan spektral kedua contoh warna di bawah pencahayaan Incandescent


Kedua contoh warna terlihat identik sama dimata pemantau ketika dilihat di bawah pencahayaan pijar (incandescent), tetapi contoh warna 1 terlihat sangat biru dibandingkan dengan contoh warna 2 dilihat di bawah pencahayaan cahaya siang. Kedua contoh warna tersebut memang memiliki spektral yang identik sama di panjang gelombang mulai 520 nm hingga 700 nm, jadi keduanya memiliki nilai kuat spektral pada porsi hijau dan porsi merah. Namun kedua contoh warna tersebut memiliki spektral yang sangat berbeda di panjang gelombang antara 400 nm hingga 520 nm atau spektral pada porsi biru.  Sementara contoh warna 1 mempunyai kemampuan memantulkan cahaya biru tiga kali lipat dibandingkan dengan contoh warna 2, dan pencahayaan incandescent memang tidak memiliki spektral pada porsi biru yang besar yang dapat dipantulkan oleh kedua contoh warna tersebut. Jadi keduanya memantulkan sedikit sekali spektral biru dan terlihat sama. Sedangkan apabila pencahayaan cahaya siang (daylight) yang menyinari kedua contoh warna tersebut, maka contoh warna 1 mampu memantulkan lebih banyak spektral biru dibandingkan dengan contoh warna 2, sehingga contoh warna 1 akan terlihat jauh lebih biru dibandingkan dengan contoh warna 2. Dengan mudah kita dapat lebih memahami pemilihan pencahayaan yang benar adalah sesuatu yang penting untuk menghasilkan mutu warna produk kita.

Memilih sebuah pencahayaan (illuminant
Jadi bagaimana seseorang menggunakan informasi diatas ini untuk memilih sebuah pencahayaan standar ketika mengukur warna dengan sebuah spektrofotometer? Jawabannya sebenarnya sangat sederhana. Pilihlah pencahayaan yang paling dekat dengan dimana kita mendapatkan uang. Dengan kata lain, pilihlah sebuah pencahayaan standar yang terbaik untuk mempresentasikan sumber cahaya yang akan dipergunakan dimana kita menjual produk kita. Apabila produk kita dipajang diluar ruang (outdoor)  pilihlah beberapa pencahayaan standar cahaya siang untuk mempresentasikan cahaya matahari pada berbagai waktu yang berbeda. Apabila produk kita akan dipajang di toko serba ada, pilihlah pecahayaan flourescent. Jalan terbaik untuk menentukan pencahayaan apa yang akan kita digunakan adalah menemukan sumber cahaya yang tepat sama dengan yang digunakan dimana produk kita dijual. Jika kita dapat mengetahui merek dan jenis lampu yang dipergunakan ditempat produk kita dijual, maka kita dapat mengetahui kurva distribusi kuat spektral sumber cahaya tersebut dari produsernya. Sekarang dengan mudah kita memilih sebuah pencahayaan yang kurva kuat spektralnya paling mirip dengan kurva kuat spektral lampu tersebut diatas.
Sebagai contoh, apabila penerangan yang dipergunakan toko-toko yang menjual produk kita adalah lampu flourescent  GE® Cool White, langkah pertama kita adalah memperoleh kurva distribusi kuat spektral dari General Electric. Kemudian melihat distribusi kuat spektral dari pencahayaan standar yang ada.

                   GE Actual Cool White Source*                                  CIE F2 Standard Illuminant
          *)Perkiraan data (GE Lighting)

Pencahayaan standar F2 berbasis pada beberapa macam lampu berpendar (fluorescent atau juga biasa disebut lampu neon) jenis cool white yang ada di pasar.  Membandingkan dua kurva kuat spektral relatif (lihat: illustrasi diatas), kita melihat bahwa sumber cahaya GE® Cool White memang tidak tepat sama dan cocok dengan pencahayaan standar F2, tetapi mengukur warna di bawah pencahayaan F2 akan memberikaan nilai aproksimasi hasil yang paling dekat dan cocok dengan hasil yang ditampilkan di bawah sumber cahaya lampu GE. Pencahayaan ini adalah yang paling baik untuk mengukur warna produk kita.
 Meskipun demikian solusi tersebut diatas tidak selalu dapat diterapkan pada semua kondisi. Tidak semua produsen lampu membuat data kuat spektral yang konsisten, dan produk-produk tertentu ditampilkan di bawah sumber cahaya yang tidak menentu. Dalam situasi ini kita harus melihat produknya terlebih dahulu. Problem metamerisme umum dijumpai ketika sebuah produk dibuat dari materi yang berbeda, seperti misalnya plastik, pakaian dan logam pada kursi kantor. Jika kita yakin bahwa tidak ada problem metamerime pada zat-zat pewarna atau pigments, bisa kita katakan telah memenangkan pertempuran. Karena kita tahu produk kita akan terlihat seperti satu warna tunggal pada semua kondisi penyinaran, dengan demikian kita dapat memilih pencahayaan standar apa saja untuk pengukuran warna kita. Selama kita menggunakan pencahayaan standar yang sama untuk pengukuran warna produk kita, kita dapat meyakinkan konsistensi warna.



Lampiran
Lampiran ini menampilkan distribusi kuat spektral relatif untuk pencahayaan spandar A, C, D50, D65, F2, F7 dan F11. Semua data sudah dinormalisasikan dengan kuat spektral relatif 100 pada panjang gelombang 560 nanometer. Data beberapa sumber cahaya tersebut diolah dan ditera dengan referensi silang dengan data pencahayaan standar yang dibuat oleh CIE. Beberapa data titik-titik merupakan hasil perhitungan perkiraan dan penambahan (interpolated).

Illuminant A - Incandescent

Pencahayaan standar CIE A direkomendasikan oleh CIE pada tahun 1931 untuk merepresentasikan sumber cahaya pijar (incandescent) dengan perkiraan temperatur warna sekitar 2856 derajat Kelvin.

Illuminant C - Daylight

Pencahayaan standar CIE C direkomendasikan oleh CIE pada tahun 1931 untuk merepresentasikan rata-rata terang pada siang hari dengan perkiraan temperatur warna sekitar 6774 derajat Kelvin.

Illuminant D50 – Daylight @5000K

Pencahayaan standar CIE D50 merupakan jenis pencahayaan D dan merupakan hasil kalkulasi dari pencahayaan standar D65. Pencahayaan standar D50 ini merepresentasikan cahaya siang dengan perkiraan temperatur warna sekitar 5000 derajat Kelvin adalah pencahayaan standar ANSI yang digunakan dalam industri grafika.

Illuminant D65 – Daylight @6500K

Pencahayaan standar CIE D65 merepresentasikan cahaya siang dengan perkiraan temperatur warna sekitar 6500 derajat Kelvin. Standar ini dan metode untuk perhitungan temperatur warna berbeda metode yang diperkenalkan pada tahun 1964.

Illuminant F2 – Cool White

Pencahayaan standar CIE F2 merepresentasikan lampu fluorescent jenis putih dingin seperti pada umumnya. Lonjakan spektral diatas grafik terusan pada pencahayaan fluorescent mempresentasikan pengukuran daya pada prinsip garis emisi merkuri.

Illuminant F7 – Broad Band Daylight

Pencahayaan standar CIE F7 merepresentasikan sebuah lampu pendar (fluorescent) dengan cahaya siang berkas lebar. Contoh lampu jenis ini adalah lampu GE® dan Philips® Daylight fluorescent.
                                                                                                              
Illuminant F11 – Narrow Band White

Pencahayaan standar CIE F11 merepresentasikan sebuah sumber cahaya pendar fluorescent berkas sempit. Perhatikan lonjakan spektral terjadi pada panjang gelombang 430 nm dan 550 nm hingga mencapai nilai 1200 dan 2500. Lampu yang mirip dengan pencahayaan ini adalah F40X41 dan TL841 dari Philips® dan juga SPX41 dari GE®



    Referensi:

  • ANSI CGATS.5-1993, Graphic Technology - Spectral Measurement and Colorimetric Computation for Graphic Arts Images, NPES the Association for Suppliers of Printing and Publishing Technologies, 1899 Preston White Drive, Reston, Virginia 22091-4367, 1993.
  • ASTM E308-90, Standard Test Method for Computing the Colors of Objects by Using the CIE System, American Society for Testing and Materials, 1916 Race Street, Philadelphia , PA 19103, 1990.
  • Billmeyer, F. W. Jr., & Saltzman, M., Principles of Color Technology, 2nd Edition, John Wiley & Sons, New York, 1981.
  • Color Selection Guide for Fluorescent Lamps, Philips Lighting Company, 200 Franklin Square Drive, P.O. Box 6800, Somerset, NJ 08875-6800, 1994.
  • Guide to Fluorescent Lamps, Philips Lighting Company, 200 Franklin Square Drive, P.O. Box 6800, Somerset, NJ 08875-6800, 1992.
  • Judd, D.B., & Wyszecki, Günter, Color in Business, Science, and Industry, 3rd Edition, John Wiley & Sons, New York, 1975.
  • Lighting Application Bulletin: Specifying Light and Color, GE Lighting Resource Center, 1975 Nobel Road, Cleveland, Ohio 44112, 1994.
  • Metamerism: The Influences of Light Sources on Color, Colorcurve Systems, Inc., 123 North Third Street, Minneapolis, MN 55401, 1989.
  • Product Information: Advantage X Fluorescent Lamps, Philips Lighting Company, 200 Franklin Square Drive, P.O. Box 6800, Somerset, NJ 08875-6800, 1991.
  • Product Information: TL80 Series 2'-5' Fluorescent Lamps, Philips Lighting Company, 200 Franklin Square Drive, P.O. Box 6800, Somerset, NJ 08875-6800, 1993.
  • Stiles, W.S., & Wyszecki, Günter, Color Science: Concepts and Methods, Quantitative Data and Formulae, 2nd Edition., John Wiley & Sons, New York, 1982.

Kamis, 24 November 2011

Kurva Spektral Warna Proses

Dibawah ini saya mencoba melampirkan kurva diagram data spektral hasil pengukuran warna proses Cyan, proses Magenta, proses Yellow dan proses Black dibandingkan dengan standar Color Matching Function (λ), ȳ(λ) dan (λ) pada sudut pemantauan 2° seperti gambar di samping (The CIE standard observer color matching functions):


Spektral warna proses Cyan terlihat berpotongan dengan Blue dan Green, dan sebagian Red (di sebelah kiri)
Spektral warna proses Magenta terlihat berpotongan dengan Red dan sebagian Blue
Spektral warna proses Yellow terlihat berpotongan dengan Green dan Red (mendekati sempurna)
Spektral warna proses Black terlihat flat mendekati nilai 0




Catatan:
Color Matching Function adalah kurva standar yang didefinisikan oleh CIE untuk mendapatkan nilai CIEXYZ (lihat: Colorimetry Part I : CIE1931 - Ruang Warna CIEXYZ, CIExyY, Chromaticity xy dan Standard Observer 2°)

Senin, 14 Maret 2011

Colorimetry Part III: Color Difference – Perbedaan Warna

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Tulisan ini merupakan lanjutan dari  
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
DeltaE

Dengan diperkenalkan model warna CIELAB (CIEL*a*b*) dan turunannya CIELChab oleh CIE pada tahun 1976, maka perhitungan perbedaan warna yang diberi simbol ΔE*ab = Delta adalah huruf Yunani yang sering dipergunakan sebagai simbol jarak atau perbedaan dan E = singkatan dari kata dalam bahasa Jerman Empfindung yang berarti sensasi) menjadi lebih mudah untuk dimengerti, hal ini disebabkan karena model Warna CIELAB tersebut dianggap memiliki skala seragam pada ketiga dimensinya terhadap persepsi mata manusia. Selain ΔE*ab, sering juga perbedaan warna ini dipergunakan simbol2 seperti ΔE*, dE*, dE atau DeltaE.


Rumus menghitung perbedaan warna untuk dua warna dalam ruang warna CIELAB (L1,a1,b1) dan (L2, a2, b2) didefinisikan dengan sederhana yaitu:


Di dalam teori ΔE* lebih kecil dari 1,0 diperkirakan mata manusia tidak dapat membedakan perbedaan warna yang ada, namun masih terjadi ketidak-seragaman persepsi di CIELAB yang mengharuskan CIE terus menyempurnakan definisi dan rumus perbedaan warna dengan memperhatikan komponen chroma (C) dan jenis warna (h).

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Penyempurnaan perumusan ΔE* oleh CIE terakhir dipublikasikan pada tahun 2000 yaitu CIEDE2000 (CIE ΔE* tahun 2000) yang memperhatikan komponen-komponen chroma (C), jenis warna (h), kecerahan (L) sebagai dasar perhitungan. (Perhitungan CIEDE2000 adalah perumusan ΔE* yang terakhir oleh CIE yang paling mendekati persepsi mata manusia atas perbedaan warna, hal ini mengakibatkan perumusan perbedaan warna menjadi rumit, karena banyak perhitungan-perhitungan bersifat quasi metrik.
Akan tetapi pada standar-standar internasional untuk industri grafika seperti ISO 2846 dan ISO 12647 masih menggunakan rumus ΔE* yang pertama kali didefinisikan yaitu versi tahun 1976). Usulan mempergunakan perhitungan CIEDE2000 dalam dokumen ISO 12647 sedang dibahas dalam agenda ISO/TC-130.
(lihat: http://en.wikipedia.org/wiki/Color_difference#CIEDE2000)
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Pengaruh nilai perbedaan warna tersebut dapat dilihat seperti tabel di bawah ini:
Perbedaan Warna ∆E
Pengaruh
< 0,2
tidak terlihat
0,2 - 1,0
sangat kecil
1,0 - 3,0
kecil
3,0 - 6,0
sedang
> 6,0
besar


Dan istilah “JND” atau “just noticeable difference” yang berarti “mulai terlihat adanya perbedaan” untuk warna dapat dipatok pada angka ΔE* ≈ 2,3.

Istilah populer untuk perbedaan warna:
Perbedaan komponen


ΔL*
(+) lebih cerah
(-) lebih gelap
Δa*
(+) lebih merah
(-) lebih hijau
Δb*
(+) lebih kuning
(-) lebih biru
ΔC*
(+) lebih kuat
(-) lebih kusam
Δh°
Perbedaan Jenis warna (dalam satuan sudut)
ΔH
Perbedaan Jenis warna (dalam satuan metrik)
ΔE*
Perbedaan Warna



ΔE* sering dipergunakan untuk mengetahui:
  • sejauh mana warna hasil cetak coba (proof) berbeda dengan hasil cetak
  • sejauh mana sebuah alat cetak menyimpang dari nilai tera
UGRA/FOGRA MediaWedge v3.0 ini adalah standar yang dipergunakan dalam mengontrol proofing


Didalam standar mutu cetak seri ISO 12647, perbedaan warna ΔE* dipakai untuk memberikan nilai toleransi, yang berarti pembatasan perbedaan warna yang masih diperbolehkan / ditolerir. Dengan demikian sebuah percetakan dapat mengontrol proses produksi mereka sesuai dengan standar yang diterapkannya
Apabila kita menggunakan batasan-batasan per komponen warna seperti ΔL*, Δa* dan Δb*, maka kita akan mendapatkan ruang pembatas berupa balok persegi. Maka pembatasan diberikan dalam nilai ΔE* yang memiliki ruang pembatas berupa bola.
Apabila nilai toleransi diberikan terhadap komponen ΔL*, ΔC* dan Δh°, maka ΔE*Ch akan membentuk ruang ellipsoid yang bersudut sesuai dengan sudut yang dibentuk oleh garis kedua warna yang akan dibedakan.


Toleransi CMC l:c (1984)
Batasan toleransi dalam ΔE* sering kali menjadi perdebatan, karena besaran yang diberikan masih sering tidak memuaskan beberapa pihak (terutama pelanggan), karena ternyata kepekaan mata manusia berbeda pada komponen-komponen warna, baik dari kecerahan, kejenuhan maupun jenis warna. Kepekaan mata manusia pada jenis warna jingga dan biru juga berbeda, karena pada jenis warna jingga mata manusia lebih peka dibandingkan pada warna biru.

CMC Tolerancing (perhatikan luas toleransi yang berbeda di daerah jingga dan biru)
Colour Measurement Committee (disingkat CMC) dari organisasi Society of Dyers and Colourists mendefinisikan perbedaan warna berbasis model warna CIELChab dengan mempertimbangkan kepekaan mata manusia pada kecerahan (Lightness L) dibandingkan dengan kepekaan pada kejenuhan warna (Chroma C). Rumus dapat kita definisikan dengan memasukan nilai pembanding l:c (Kepekaan pada Kecerahan Warna dibanding pada Kejenuhan Warna), dan biasanya nilai 2:1 adalah nilai yang masih dapat ditolerir.
Ruang pembatas toleransi ini berbentuk bola lonjong atau Ellipsoid.
Perumusan tolerasi CMC l:c berbasis CIELCh dan menggunakan standar iluminasi D65.

Catatan:
Oleh karena perhitungan ΔE* tergantung pada jenis iluminasi, maka jangan mencoba-coba untuk membandingkan berbagai nilai ΔE* yang didapat dari pengukuran dengan kondisi pengukuran yang berbeda termasuk jenis cahayanya.